Selasa, 04 Desember 2012

Sehelai Daun Coklat


            Langit biru muda berpadu dengan dedaunan kering yang beterbangan bebas, hingga jatuh tepat pada rambut seorang gadis mungil dengan rambut kuncir satu, ciri khasnya. Daun itu meluncur dengan asyiknya menuju pipi kiri yang memiliki lubang kecil, menjadikannya sangat manis untuk dipandang. Kemudian diambilnya daun coklat kekuning-kuningan itu dan diletakkanya ke ransel kecil biru itu. Dia melangkahkan kaki kanannya yakin dari rumah sederhana dengan pagar kayu biru namun elegant. Seketika itu Vegy berdiri tegap. Memandang betapa indahnya pagi . Bermacam-macam awan yang menyatu dengan langit biru, andaikan saja hal itu juga terjadi pada kehidupan nyata Vegy. ‘TIDAK!’ dia bergumam pasti dan belari menuju sekolah favorit di Bogor ini.
            “Hai Vegy? Selamat lagi dari waktu?” Sapaan suara rupawan dari lelaki 12 cm lebih tinggi dari Vegy, putih dan juga ceria.
            “Hai juga Bobon.. Ya, tentu!” Balasan Vegy dengan sapaan akrabnya pada laki-laki yang tubuhnya dipenuhi tulang itu.
            “Hei! Kenapa Bobon lagi sih? Tapi kita udah janji. Dasar cewek Sesung..!”
            “Kan, mulai.. bandel!”
            “Siapa yang duluan ayo..?”
            Tiba-tiba datang segerombolan peempuan-perempuan cantik menuju meja, dimana mereka sedang berbincang seru.
            “Nugy.. apa kabar? Ngobrol yuk didepan sampai  jam fisika selesai. Biar pintar.. Biarin aja Vegy disini sendirian. Dia udah pintar duluan kan?” Ucap seorang gadis sinis yang lebih tinggi dari Vegy dngan rambut terurai ikal hingga dipinggangnya. Dia adalah salah satu personil ‘sugar’, komplotan geng terkenal di sekolah itu.
            “Apaan sih Mona? Duduk gue memang disini, dibelakang Vegy. Gue gak mau di depan!”
            “Ayolah Nugy, sekali ini saja..”
            Lelaki itu berfikir keras. “Ok! Tapi tetap sampai jam fisika!”
            “Pasti!”
            Gadis lesung pipit itu, kini sendiri. Nugy yang bisanya meramaikan pembicaraan dan bertukar fikiran dengan Vegy dan juga Febri teman sebangkunya, kini sepi karena dia hanya berbicara dengan Febri yang duduk dibelakangnya.
            Tak lama kemudian guru Fisika datang di kelas 9x9 m ini dengan menggandeng murid asing yang tak pernah di lihat Vegy sebelumnya. Dia berwajah putih kemerah-merahan di pipi tirusnya. Berponi lurus yang panjangnya tepat diatas alis matanya dengan rambut terurai lurus dan dihiasi kalung berbentuk ‘love’ yang mencerminkan kehidupan mewah dalam kehidupannya.
            Hi, guys.. I’m Angelita Tiffani. You can call me Angel, I moved from Jakarta..” Perkenalan singkat, ramah dan Angel terdengar asyik untuk saling canda tawa.
            “Hi, Angel…” Semua murid menyapanya.
            “Hi, too..” Langkah Angel langsung tertuju pada meja kosong disebelah Vegy. Dia terdiam sejenak, memikirkan apakah Angel sanggup duduk disampingnya dengan kurun waktu 1 tahun?
            “Hai…. Angel? Kabar baik?”
            “Hai.. Ya tentu! Saya ngomong sama siapa ya?” Liriknya menuju dua buah bola mata coklat Vegy.
            “Haha.. Iya! Saya Vegy. Armeita Vegy..”
            “ Kabar baik Vegy?”
            “ Semoga…”
            Satu kata terakhir itu membuat Angel berfikir sejenak tentang Vegy. Dia merasakan sesuatu yang tidak seharusnya keluar dari mulut Vegy, namun dia berusaha untuk mengeluarkanya dengan paksa!